Medan, Menarapos.id – Seorang ibu tiga anak, Sherly warga Jalan Kompleks Cemara Asri Blok Royal, Bandar Klippa, Percut Sei Tuan mendatangi SPKT Mapolda Sumatera Utara, Selasa (09/04/24) sore.
Kedatangan Sherly bersama 3 orang Penasehat Hukumnya, Dr Khomaini, SE, SH, MH dan Khilda Handayani, SH, MH serta Sindroigolo Wau, SH MH untuk melaporkan dugaan tindak pidana KDRT yang dilakukan R yang merupakan suami pelapor.
Ia melaporkan terlapor “R” karena adanya dugaan tindakan KDRT yang diterima langsung KA SPKT Poldasu ub KA Siaga III, AKP Nasri Ginting SH, dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor : LP/B/448/IV/2024/SPKT/POLDA Sumatera Utara.
Usai membuat laporan, Sherly didampingi penasehat hukum Dr Khomaini membenarkan telah melaporkan seorang pria “R” yang merupakan suami pelapor karena diduga telah melakukan Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Juncto 45 yang terjadi di dalam sebuah rumah di Kompleks Cemara Asri Blok Royal pada 5 April 2024, kemarin.
Untuk itu Kepada Bapak Kapolda Sumut agar memberikan Atensi kepada penyidik untuk segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Telapor.
“Terlapor bernama “R” yang tidak lain dan tidak bukan adalah suami beliau sendiri dan kita mohon agar penyidik dalam hal ini memeriksa atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga yang telah dilakukan oleh terlapor,” dikatakan Dr Khomaini.
Dikatakannya, bahwa pelapor dan terlapor merupakan Pasangan Suami Istri yang menikah pada 2011, dari hasil pernikahan tersebut keduanya dianugerahi tiga orang anak.
Lanjutnya lagi selama pernikahan terlapor selalu membatasi pergaulan, dan selain itu perbuatan terlapor dengan melakukan tindakan KDRT bukan sekali saja, terjadi namun sudah berulang kali sehingga menimbulkan rasa trauma bagi klien kami.
“Kejadian kekerasan dalam rumah tangga ini sudah berulang kali terjadi tapi memang klien kita sengaja untuk tidak melaporkan suaminya karena ada banyak pertimbangan, terutama anak-anak yang masih kecil,” ungkap Dr Khomaini.
Masih dalam temu pers kepada wartawan, Sherly mengaku trauma dengan perlakuan terlapor bahkan hal ini pelapor mendapatkan bekas cekikan di leher dan memar akibat ditekan oleh kaki terlapor pada bagian paha dan kakinya.
“Iya ini, ini saya dicekik, memar, ini terus pas di tangga saya ditindih kaki saya, di sini juga memar di paha, betis dan kaki ini selain itu dibagian pinggung pinggul juga, karena digencet di anak tangga, kita kan sempat berantem di tangga karena saya mencoba turun, dia narik narik tas saya, saya lagi gendong anak, Jadi hampir jatuh gitu,” disampaikan Sherly.
Lanjut Sherly, “Ya ada tarik, tarik menarik lah, dia lebih suka menekan saya dengan kakinya sih saya enggak ngerti kenapa, karena mungkin dia Mungkin dia cowok dan kakinya itu kuat ya, jadi kalau ambil apa-apa tuh suka nginjak kaki saya, kalau di tangga pakai dengkulnya ini nahan kaki saya, jadi kan saya enggak bisa bergerak”.
Diakui Sherly, bukan sekali ini aja awal sebelumnya juga ada, tapi saya memang enggak melaporkan apa-apa, sebelum-sebelumnya sudah ada, saya pun pernah mengalami memar sampai di telapak tangan saya itu memar semua.
Karena sudah tidak tahan lagi maka pelapor bersama penasehat hukumnya melaporkan hal tersebut ke Polda Sumatera Utara.
Alasan Pemicu KDRT yg terakhir ini adalah permasalahan pindah keyakinan
Sembari dalam pertemuan tersebut, Khomaini menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan R memang membuat kliennya tertekan dan ketakutan. Nah puncak adanya niat hendak pindah keyakinan oleh Sherly sendiri semakin membuat kondisi rumah tangga semakin tak nyaman oleh ulah terlapor.
Ada pun alasanya karena anak ketiga mereka ini selama ini sakit dan telah berobat ke berbagai rumah sakit, namun tidak sembuh juga sehingga Pelapor menghubungi Kakaknya bernama Yanti untuk mencari solusi dan alternatif pengobatan dimana anak ketiga nya tersebut sembuh.
Sehingga ada keyakinan dari Sherly untuk pindah keyakinan dari Buddha memeluk Agama Kristen dan telah dan di Baptis di GMS Sun Plaza Medan.
Mendengar bahwa istrinya yakni berpindah keyakinan membuat terlapor yakni R mulai berubah yang mana sering marah-marah dan masalah kecil dibesar-besarkan hingga terjadi pertengkaran beberapa kali yang membuat terlapor membenting handphone pelapor hingga pecah.
“Terjadinya kekerasan rumah tangga yang terakhir ini adalah karena adanya perubahan ataupun perpindahan keyakinan ya, dari agama Buddha ke agama Kristen, tapi mungkin Itu penyebabnya, tapi apapun itu tidak ada alasan pembenaran atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga apalagi dilakukan berulang kali secara membabi buta”, ungkap Dr. Khomaini.
Kronologis kejadian terjadi pada hari Jumat tanggal 05 April 2024 sekitar pukul 07.30 Wib, pelapor menghubungi kakak Yanti untuk datang ke rumah pelapor, Sekitar pukul 09.15 Wib kakak pelapor Yanti sampai di rurnah pelapor dan pelapor mengajak Yanti ke ruang tamu lantai dua dan sedangkan pelapor ke lantai tiga untuk mengambil anak-anak pelapor.
Melihat kedatangan Yanti yang merupakan Kakak dari istrinya tersebut, tiba-tiba saudara “R” langsung emosi dengan mendorongnya.
Pelapor berusaha untuk melerai sembari memegang kacamata terlapor akan tetapi kacamata tersebut pecah. Dimana akhirnya membuat terlapor semakin emosi dan langsung mencekik leher pelapor hingga memar selanjutnya terlapor mendorong pelapor jatuh dan kaki mengenai tangga hingga memar dan sakit.
Saling Lapor
Masih dalam temu pers tersebut, Dr Khomaini masih berkaitan dalam perkara ini pihaknya telah melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan Penyidik Unit Jatanras Polrestabes Kota Medan ke BidPropam Polda Sumut”
Dapat kami sampaikan bahwa, dalam perkara ini Kakak Kandung dari klien Kami yakni Yanti yang juga klien kami saat ini telah ditahan karena dugaan penganiayaan sesuai Pasal 351 ayat (1) KUHP atas laporan Lili Kamso yang merupakan Ibu Mertua dari klien kami sesuai dengan Laporan beliau, No.LP/B/1021/IV/2024/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA tanggal 05 April 2024
“Dampak dari terjadinya Dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilakukan oleh Saudara “R” sehingga kakak kandung dari pada Klien kita yang bernama Yanty, saat ini ditahan di Polrestabes kota Medan di Unit Jatanras dengan dugaan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan, dimana pelapornya sendiri adalah mertua dari pada klien kita yang bernama Lili Kamso,” ucap Khomaini sembari menegaskan bahwa yang disebelah kiri saya adalah Erwin Henderson merupakan Suami dari Yanti yang tak lain adalah abang ipar dari pada kami ibu Sherly.
Dapat kami sampaikan bahwa, sebelumnya sudah ada pertemuan diantara kedua keluarga besar pada tanggal 5 April 2024 sore harinya setelah kejadian keributan di rumah klien kita Sherly di Kompleks Cemara Asri Blok Royal.
Dan hasil kesepakatan tersebut walaupun tidak secara tertulis, bahwa semuanya sepakat menyelesaikan permasalahan tadi secara kekeluargaan untuk berdamai, akan tetapi dihari yang sama Lili Kamso melaporkan Yanti atas kasus dugaan penganiayaan dan akhirnya ditahan oleh Unit Jataras Satreskrim Polrestabes Medan.
“Kemudian pada tanggal 09 April 2024, kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan terhadap klien kami tersebut, namun sampai sore hari, belum ada persetujuan dari pada Pimpinan sampai pada akhirnya menjelang malam Klien kita dipindahkan ke Ruangan Tahti Polrestabes Medan,”ucapnya.
Menjelang Sore hari pada tanggal 09 April 2024, suami dari klien kita Erwin Henderson melaporkan 5 orang Penyidik Kepolisian dari Unit Jatanras Polrestabes Kota Medan melalui Pengaduan Masyarakat (DUMAS) atas tidak profesionalismenya aparat penyidik kepolisian dalam melakukan penangkapan terhadap istrinya pada tanggal 08 April 2024 sekitar Pukul 11.30 WIB,” lanjut Dr Khomaini.
Aturan Penangkapan salah satunya dituangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menurut Pasal 17 KUHAP, penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Pasal itu, lanjut Khomaini menegaskan bahwa Perintah Penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang dan ada beberapa Prosedur penangkapan oleh aparat Kepolisian menurut KUHAP yang dilanggar dan tidak dijalankan pada saat klien kita ditangkap salah satunya adalah tembusan Surat Perintah Penangkapan harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan.
Dan Surat Penangkapan tersebut harus menyebutkan identitas Tersangka, alasan penangkapan termasuk uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan, serta tempat ia diperiksa.
Dalam hal Penangkapan yang dilakukan oleh Penyidik di Unit Jatanras Polrestabes Medan terlalu dipaksakan dan diduga adanya Kriminalisasi serta terkesan Tendensius, terbukti klien kami belum pernah dimintai keterangannya untuk di Konfrontir dan saksi Terlapor juga belum pernah dimintai keterangannya sebagai saksi yang meringankan atas dugaan tindak pidana yang disangkakan kepadanya.
Alasan dugaan Pelanggaran Kode Etik lainnya adalah bahwa Penangkapan dilakukan tanpa menyerahkan Surat Perintah Penangkapan pada Tersangka maupun keluarganya, dan setelah ditanyakan kepada Penyidik yaitu Aiptu Manad P Sianipar, S.H., yaitu terdapat kesalahan dalam Surat Penangkapan yaitu dalam hal nama dan alamat.
Kemudian, munculnya ketidaklaziman dalam Proses Laporan Delik Biasa/ Delik Umum dapat terjadi penangkapan dalam jangka Wakty 3 hari, karena Laporan ini bukan masuk Kategori Tertangkap Tangan, dimana untuk menentukan Penyidik yang memeriksa Perkara butuh waktu 3 sampai 7 hari dalam Proses Lidik berjalan, sehingga patut diduga adanya “pesan sponsor”hingga proses perkara ini berjalan secepat kilat.
Kemudian, Klien kita Yanty dipaksa untuk menandatangani BAP Pemeriksaan, padahal sudah disampaikan oleh klien kepada penyidik untuk menunggu Kuasa Hukum hadir agar didampingi.
Nah disini kita sangat keberatan, dengan apa yang disampaikan oleh penyidik sembari dengan mengatakan “Tidak Ada Kuasa Hukum, Kuasa Hukum”, yang seharusnya Penyidik yang bernama Aiptu Manad tentu mengetahui bahwa hal tersebut diatur oleh KUHAP dan Melanggar Hak Asasi Seseorang meskipun beliau berstatus sebagai tersangka, tetapi justru penyidik memaksa dan mengintimidasi Klien kami untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersebut.
Perlu diketahui bahwa pada tanggal 05 April 2024, dihari kejadian keributan dirumah
Klien kami yang bernama Sherly, sudah ada kesepakatan damai dan sebenarnya ini adalah persoalan keluarga yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan Mediasi melalui mekanisme Restorative Justice, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh aparat kepolisian.
Dalam hal ini kami selaku kuasa hukum Memohon kepada Kapolda Sumatera Utara dan Direktur Kriminal Umum Poldasu untuk melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Terlapor yang telah melakukan tindakan kekerasan KDRT yang menyebabkan klien kami mengalami memar di leher, kaki dan bahu pada tangan.
“Kita Mohon juga perhatian dan atensi kepada bapak Kapolda Sumatera Utara untuk bisa memeriksa Anggota Kepolisian di Unit Jatanras Polrestabes Kota Medan, terutama di Bidpropam Polda Sumut untuk memeriksa penyidik yang kita nilai tidak profesional dalam rangka melakukan penangkapan dan penahanan serta penyidikan,” harapan Khomaini.
Apapun penyebab atau alasan dari tindakan KDRT oleh terlapor tidak bisa ditolerir sehingga kami bermohon agar perkara ini bisa secepatnya memanggil dan memeriksa terlapor.
Lanjut Dr Khomaini, bahwasanya ketidakprofesionalisme aparat penyidik kepolisian dalam hal ini memeriksa pihak-pihak terkait dalam kasus Dugaan Penganiayaan ini artinya harus terpenuhi dulu unsur-unsur Penganiayaannya dan jangan terlalu cepat menyimpulkan dan melakukan penangkapan, inikan Delik Biasa bukan Tertangkap Tangan.
Artinya mekanisme Pemerikaannya harus melalui Penyelidikan dan Penyidikan terlebih dahulu, bukan langsung main tangkap dan tahan, tetapi ada mekanisme dan proses yang diatur oleh KUHAP.
Dikatakannya, sebagai sesama Aparat Penegak Hukum kita menilai ada aturan hukum yang dilanggar oleh aparat penyidik kepolisian, dimana seyogyanya penyidik kepolisian itu harus bekerja secara Profesional berdasarkan Peraturan Kapolri dan aturan KUHAP, khususnya profesionalisme Seorang anggota Polri dalam melakukan penyelidikan maupun penyidikan kemudian penangkapan dan juga penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan sebuah tindak pidana.
“Tetapi kita melihat penggabaian KUHAP dan Perkapolri serta Hak Asasi Manusia dari pada klien kita juga,” ucap Khomaini mengakhiri temu persnya.
Sementara itu, saat awak media mengkonfirmasi melalui pesan whatsapp, Rabu (10/04/24) sekitar pukul 16.00 Wib, kepada Manap P Sianipar yang menangani perkara tidak membalas konfirmasi yang dilakukan para awak media hingga berita ini diterbitkan. (aac)