Headline

Eks Ketua DPRD Medan Protes Penetapan Sita PN Lubuk Pakam

668
×

Eks Ketua DPRD Medan Protes Penetapan Sita PN Lubuk Pakam

Sebarkan artikel ini
Foto : H. Syamsi Harahap saat membeberkan bukti kepemilikannya, dimana Syamsi yang merupakan Ketua DPRD Medan periode 1997-1999 menyatakan keberatan atas penetapan sita lahan oleh PN Lubuk Pakam.(Ist/Menarapos.id)
Foto : H. Syamsi Harahap saat membeberkan bukti kepemilikannya, dimana Syamsi yang merupakan Ketua DPRD Medan periode 1997-1999 menyatakan keberatan atas penetapan sita lahan oleh PN Lubuk Pakam.(Ist/Menarapos.id)

Percutseituan, Menarapos.id – Ketua DPRD Medan periode 1997-1999, H Syamsi Harahap bersama puluhan warga Komplek Perumahan LVRI (Veteran) Purnawirawan, Pasar IV Medan Estate, Kecamatan Percut Seituan, Deliserdang, keberatan dengan penetapan sita lahan 11 hektar oleh pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.

“Saya bersama warga tidak terima dengan pembacaan sita oleh pihak PN Lubuk Pakam, kami ini punya alas hak yang telah disetujui oleh pemerintah Dalam hal ini Kementerian, Gubernur dan Bupati Deliserdang. Ini tanah perorangan tiba-tiba tanah milik kami diklaim dikarenakan perseteruan antara pihak PT Ortala dengan Serikat Tolong Menolong (STM) MH jadi ini permasalahan terkesan dibuat-buat yang jelas merugikan kami,” tegas Mantan Kowilhan Kolonel Purn H Syamsi Harahap, Kamis (01/02/24).

Lebih lanjut, Syamsi yang saat ini menjabat Dewan Pertimbangan Partai Golkar Kota Medan, juga bermohon kepada Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo Subianto sekaligus Presiden Terpilih periode 2024-2029, memperhatikan kondisi kami para veteran dan purnawiran TNI dalam permasalahan hukum ini.

Sementara itu, Tim Penasehat Hukum STM MH dari Benteng Keadilan, Nashril Haq Lubis, SH bersama Dr.(c) Mikrot Siregar, SH, MH, mengatakan dalam putusan itu ada miskomunikasi karena dalam putusan gugatan itu adalah STM MH, dimana STM itu bukanlah badan hukum sesuai dengan ketentuan hukum, dan selain itu tidak mempunyai lahan atau tanah yang dikuasai.

“Jadi kalau bukan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa mengklaim hak milik orang lain, karena itu hanya wadah perkumpulan warga dan tidak ada kaitan dengan isi penetapan yang kemudian menyita lahan warga,”ujarnya.

Sekali lagi kami tegas STM itu bukan badan hukum yang resmi jadi yang diletakan sita pada hari ini, kami selaku kuasa hukum melakukan penolakan, kenapa demikian karena STM MH tidak memiliki mempunyai aset atau tanah disini, yang punya tanah adalah warga yang berhadir saat ini yang melakukan protes atas penetapan sita oleh juru sita PN Lubuk Pakam, Azhari Siregar.

Nashril juga memaparkan bahwa yang dihukum itu adalah STM dan bukan masyarakat, terlebih masyarakat ini telah menguasai dan tinggal disini dari Tahun 1980-an hingga sekarang dan tidak pernah terputus penguasaan mereka.

“Maka kami agak bertentangan dengan putusan penetapan ini, ya tentunya masyarakat harus melakukan perlawanan atas putusan penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam,”tegas Nashril.

Kenapa harus melawan putusan ini, sebutnya lagi karena masyarakat sama sekali tidak pernah digugat dalam persidangan akan tetapi yang kita lihat pada hari ini yang disita adalah adalah objek atau hak harta milik warga yang notabene bukan milik STM, dan inilah yang membuat binggung atas penetapan sita ini.

Untuk kedepannya masyarakat, bisa mengajukan perlawanan atas keluarnya penetapan sita dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang ditandatangani Ketua PN Lubuk Pakam Klas 1A, Thomas Tarigan, SH, MH.

Senada dengan itu, Mikrot menyampaikan penetapan sita yang dikeluarkan tidak tepat sasaran.

“Karena objek yang disita itu sama sekali tidak kaitan selama proses persidangan sebab masyarakat tidak pernah digugat oleh pemohon. Seharusnya mereka menggugat masyarakat dan bukan STM,”ucapnya lagi.

Perlu kami sampaikan juga masyarakat disini sudah tinggal semenjak Tahun 1982, dimana mereka merupakan veteran dan purnawirawan ABRI yang telah banyak memperjuangkan kemerdekaan kita.

Karena usaha mereka yang rela berkorban harta benda bahkan nyawalah hingga kita bisa menikmati kemerdekaan

“Seharusnya negara hadir di dalam permasalahan ini untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada mereka yang notabene para veteran dan purnawirawan,”ucapnya lagi.

Masyarakat yang tinggal ini bukanlah penggarap, dimana tanah yang diberikan kepada mereka berdasarkan azas kepatutan dan surat alas hak yang sah.

“Mulai dari SK Menteri, SK Gubernur Sumatera Utara, dan Bupati Deliserdang/SK Kecamatan Percutseituan dan untuk statusnya belum pernah dicabut,”ucapnya lagi.

Coba kita pertanyakan dari pihak pemohon apa alas hak mereka, yang pada prinsipnya hanya SHGB. Nah SHGB itu keluar semenjak 1987, artinya lima tahun berselang pasca keluarnya surat keputusan alas hak masyarakat barulah keluar SHGB.

Diutarakannya semuanya kita paham SHGB itu apa?, Dan itupun berakhir pada 2007, artinya SHGB itu sudah batal demi hukum tapi oleh majelis hakim pada saat itu yang memeriksa, menyidangkan serta mengadili perkara tersebut menganggap itu alas hak yang benar.

Jual beli antara Perusahaan A dan Perusahaan B itu dianggap pengadilan oleh majelis hakim saat itu penjualan beretika baik dan transaksi jual belinya adalah sah.

Ia menyebut bahwa Mahasiswa Semester 1 pun tahu kalau SHGB sudah habis maka otomatis hapuslah alas haknya dan tidak ada kekuatan hukumnya.

Diterangkannya, awalnya lahan ini luas sekitar 50 hektar yang dilepas oleh PTPN 9 dan PTPN 2, kemudian ini dibagi menjadi empat blok A,B,C dan D.

Untuk perkara ini yang menjadi objek adalah 11,4 Hektar atau Blok A.

Diakhir wawancara, baik Nashril dan Mikrot menyebutkan mereka mewakili Pak Syarief dan Almarhum Pak Usman dalam hal ini STM MH dan Ketua STM MH.

Sementara itu diwaktu yang sama, Abdul Rahman Batubara, SH, CPM selaku kuasa masyarakat, menyebut hari ini penetapan sita dari PN Lubuk Pakam sudah berjalan dengan lancar, namun yang mau kita pastikan adalah tetap jaminan kepada masyarakat.

Seperti yang telah disampaikan oleh rekan-rekan pengacara tadi bahwa masyarakatlah yang mempunyai tanah dan bukan STM MH.

Perlu diketahui bahwa STM itu adalah Serikat Tolong Menolong atau wadah perkumpulan masyarakat yang tidak ada badan hukumnya yang hanya bersifat sosial.

“Abdul menuturkan bahwa ini jelas salah kaprah keluarnya Penetapan dari Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Kita segera melakukan perlawanan dan melaporkan hal ini kepada Badan Pengawas di Mahkamah Agung,”ucapnya.

Ia pun menyebutkan pasca penetapan sita oleh Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, agar tidak ada intimidasi kepada masyarakat yang tinggal disini.

Selaku pihak yang dikuasakan oleh masyarakat jangan ada intimidasi sebab mereka tidak ada kaitannya antara penggugat maupun tergugat.

Foto : Pembacaan Penetapan Sita oleh Juru Sita PN Lubuk Pakam Azhary Siregar. (Ist/Menarapos.id)
Foto : Pembacaan Penetapan Sita oleh Juru Sita PN Lubuk Pakam Azhary Siregar. (Ist/Menarapos.id)

Sebelumnya, pihak Pengadilan Negeri (PN) Lubuk Pakam telah menetapkan putusan sita lahan seluas 11 hektar.

Menurut Juru Sita PN Lubuk Pakam, Azhary Siregar, penyitaan ini dilakukan berdasarkan gugatan dari PT Ortala dengan nomor perkara 242 tahun 2022.

Katanya, pihak PN Lubuk Pakam hanya melakukan pembacaan penyitaan dan belum meminta para warga untuk mengosongkan lahan tersebut.

“Kalau pekerjaan hari ini tidak ada pengosongan, hanya di sita agar objek ini tidak dialihkan ke pihak lain,” kata Azhary.

Ia menyampaikan, meskipun mendapatkan penolakan dari masyarakat yang tinggal di sana, pihaknya tetap melakukan penyitaan sesuai dengan keputusan dari PN Lubuk Pakam.

“Kalau pengadilan itu bersikap pasif, apabila ada pemohon mengajukan kita tindaklanjuti. Pengadilan hanya bersifat pasif menunggu para pemohon, karena ini kepentingan para pihak,” sebutnya.

Azhary menjelaskan bahwa, jika warga yang tinggal di sana keberatan dengan penyitaan tersebut, bisa melakukan langkah sesuai dengan hukum yang berlaku.

“Kalau penguasaan fisik siapa yang menguasai dahulu, tetap dia yang menguasai sampai ada keputusan lebih lanjut. Bila keberatan boleh menempuh jalur hukum, upaya hukum nya ada perlawanan terhadap sita eksekusi namanya,” sambungnya.

Lebih lanjut, dikatakannya bahwa yang terlibat sengketa di lahan dengan luas 11 hektar tersebut yakni PT Ortala dengan Serikat Tolong Menolong (STM).

“Prosesnya sudah empat tahap, di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam, Pengadilan Tinggi Medan, putusan Kasasi Mahkamah Agung, dan Putusan PK Mahkamah Agung,” tuturnya.

Foto : Warga protes atas penetapan Sita Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. (Ist/Menarapos.id)
Foto : Warga protes atas penetapan Sita Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. (Ist/Menarapos.id)

Dari pantauan wartawan, pembacaan penyitaan ini disaksikan dan didengar oleh para warga yang bermukim di Komplek Perumahan LVRI (Veteran) Purnawirawan.

Para warga pun melakukan protes dengan membentang spanduk yang bertuliskan ‘Kami adalah pemilik hak atas tanah. Di tubuh kami mengalir darah veteran/pejuang dan kami menolak keras tanah kami disita’.(aac)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *