Medan, Menarapos.id – Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (GERKATIN) Sumatera Utara yang didampingi Komisioner Komnas Disabilitas dr. Rahmita Harahap melakukan kunjungan silaturahmi ke DPRD Kota Medan.
Kedatangan mereka disambut hangat oleh Sekretaris Komisi 2 DPRD Medan, Drs Wong Chun Sen Tarigan, M.Pd.B diruang kerjanya di Gedung DPRD Kota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis No.1, Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (09/10/2023).
dr. Rahmita Harahap mengatakan bahwa kedatangannya mendampingi teman-teman GERKATIN karena mendapat laporan telah mendapatkan penolakan pembuatan SIM teman-teman Disabilitas Tuli.
“Kedatangan saya mendampingi teman-teman GERKATIN Provinsi Sumatera Utara, yang sebelumnya kami menerima laporan telah terjadi penolakan pembuatan SIM teman-teman Disabilitas Tuli”, kata dr. Rahmita.
Selanjutnya dr. Rahmita menjelaskan ada beberapa kegiatan pemenuhan hak tuli terhadap pelayanan publik, yaitu audiensi dengan Kapolda Sumut, Kapolrestabes Medan dan workshop.
Kemudian kali ini bertemu dengan Wong Chun Sen Tarigan terkait dengan sosialisasi mengenai rencana pembuatan peraturan daerah di Kota Medan agar mendorong teman-teman disabilitas, seperti disesuaikan dengan harmonisasi turunan undang-undang nomor 8 tahun 2016 untuk disabilitas.
“Tadinya harapannya agar dapat dipisah tidak dicampur dengan disabilitas dan lansia gitu, jika digabung itu akan bisa merubah perspektif yang berbeda. Misalnya saja ketika ada turunan harusnya adanya dari dinas pendidikan dalam disabilitas barangkali sesuai, tapi ketika turunannya diberikan kepada lansia ini tentu tidak akan sesuai dan kurang harmonis. Dinas Pendidikan harusnya memberikan pendidikan yang layak seperti adanya layanan juru bahasa isyarat dan adanya kolaborasi unit layanan disabilitas untuk membantu masyarakat disabilitas. Sehingga jika dimasukkan dalam peraturan daerah seperti itu dan di turunan itu nanti yang akan menjadi sulit ketika digabung”, ungkap Rahmita.
Mengenai pembuatan SIM khusus tuli, Rahmita berharap kepada wakil rakyat memberikan masukan kepada pihak kepolisian.
“Tentang pembuatan SIM A dan C khusus tuli jadi bukan D seperti itu, kalau D itu disabilitas fisik. Saya berharap ada mendorong juga untuk memberikan masukan kepada polisi Kenapa ada banyaknya perspektif bahwa tuli itu tidak bisa menggunakan sepeda motor. Undang-undang nomor 8 tahun 2016 di dalam poin-poinnya itu bukan tentang rasa kasihan mengenai tentang identitas ataupun hak tuli terkhusus dalam pembuatan SIM,” jelas Rahmita.
“Tujuan teman-teman tuli membuat SIM itu pun agar dapat mencari pekerjaan untuk meningkatkan ekonomi, sama seperti orang-orang dengar. Sehingga tidak boleh diberikan itu kami anggap sebuah pelanggaran HAM,” tegas Rahmita.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Fraksi komisi 2, Wong Chun Sen sangat mengapresiasi kedatangan Komisi Nasional disabilitas Republik Indonesia.
“Kebetulan kita baru selesai melaksanakan pembahasan Ranperda perlindungan disabilitas dan lansia. Adapun tadi yang disampaikan tentang Memang dari awal ada beberapa kendala yang mereka usulkan yaitu pemisahan tentang disabilitas dan lanjur usia. Tetapi hal ini telah kami sampaikan kepada ketua DPRD dan juga kepada Komnas HAM dan telah dijawab bahwa tidak melanggar peraturan. Untuk itu dalam laporannya juga sudah disampaikan ke komisioner disabilitas pun tidak keberatan,” terang Wong.
Wong mengungkapan dengan selesainya Ranperda tersebut, Wali Kota segera mengeluarkan perwal dan akan membentuk komite daerah. Serta berharap kepada pihak Kepolisian untuk mempermudah pembuatan SIM disabilitas.
“Ada masyarakat 90 orang disabilitas yang kesulitan membuat SIM dan kita juga mengharapkan dari Satlantas maupun Polri dalam ini untuk pembuatan SIM disabilitas itu dipermudah,” harap Wong.
Di dalam perda disabilitas, Wong menjelaskan akan dibahas semua yang menyangkut kepentingan umum untuk disabilitas contohnya pembuatan jalan, transportasi, fasilitas, bahkan kalau bisa di bank juga untuk memudahkan.
“Juga sampaikan bahwa teman-teman disabilitas supaya mereka diterima baik di PNS maupun di perusahaan swasta, karena ada undang-undang mengatur di pemerintahan itu 2 persen dan pemerintahan swasta 1 persen untuk menampung teman-teman disabilitas,” tandas Wong.(nett)