Headline

Penasehat Hukum Sherly Ajukan Keberatan Soal Undangan Mediasi Perkara KDRT

356
×

Penasehat Hukum Sherly Ajukan Keberatan Soal Undangan Mediasi Perkara KDRT

Sebarkan artikel ini
Foto : Sindroigolo Wau SH, MH bersama Dr.Khomaini SE, SH, MH kedua merupakan Anggota Tim Penasehat Hukum yang diketuai Khilda Handayani SH, MH yang mendampingi Sherly dalam perkara KDRT. (Ist/Menarapos.id)
Foto : Sindroigolo Wau SH, MH bersama Dr.Khomaini SE, SH, MH kedua merupakan Anggota Tim Penasehat Hukum yang diketuai Khilda Handayani SH, MH yang mendampingi Sherly dalam perkara KDRT. (Ist/Menarapos.id)

Medan, Menarapos.id – Tim Penasehat Hukum Sherly terlapor dalam perkara dugaan KDRT terhadap suaminya Roland mengajukan keberatan atas undangan mediasi yang dikirim oleh pihak penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan.

Pasalnya undangan mediasi No : B/7944/VII/RES1.6/2024/Reskrim tertanggal 17 Juli 2024, pemanggilan undangan tersebut tertera atas nama dan ditandatangani Kapolrestabes Medan Polda Sumut/Kasat Reskrim ub Waka Kasatreskrim AKP Madya Yustadi, S.I.K, selaku penyidik, Seharusnya undangan mediasi tersebut diberikan oleh penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Shinta Debora L Tobing pada saat proses penyelidikan akan tetapi dilakukan setelah perkaranya naik ke tahap penyidikan.

“Tadi kami baru saja bertemu dengan penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan bernama Shinta yang menangani laporan perkara dugaan KDRT No.1099 atas nama Roland yang melaporkan istrinya sendiri yakni Sherly sebagai terlapor. Atas undangan mediasi tersebut kami telah mengajukan keberatan,” ucap Dr.Khomaini SE, SH, MH dan Sindroigolo Wau SH, MH kepada wartawan di Halaman Mapolrestabes Medan seusai mengajukan keberatan kepada penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Jumat (17/07/24).

Sebelumnya kami juga telah mengajukan Pengaduan Masyarakat (Dumas) ke Wassidik Ditreskrim Poldasu pada 02 Juli 2024, kemudian ditindaklanjuti pada 15 Juli 2024 dengan Gelar Perkara Khusus oleh Wassidik Ditreskrimum Poldasu yang dipimpin AKBP Mangara Hutagalung yang juga dihadiri Ahli Pidana, Prof Alfi.

Sebagai terlapor, klien kami Sherly seharusnya mendapatkan tempat yang sama. Artinya saat proses penyelidikan oleh Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan seharusnya dilakukan pemanggilan kepada Sherly untuk dimintai keterangan dan klarifikasi termasuk undangan mediasi.

Lanjut Khomaini selaku tim penasehat hukum Sherly, melihat keganjilan dalam proses penanganan perkara yang dilaporkan Roland kepada istrinya sendiri yakni Sherly atau orang yang paling rentan terhadap kekerasan akan tetapi justru menanggapi laporan Roland yang berangkat dari surat visum.

Diawali dengan adanya pengaduan pada 17 April 2024 dan naik ke tahap penyidikan pada 23 April 2024, akan tetapi surat pemanggilan kepada Sherly pada 18 Mei 2024 berbarengan dengan SPDP. Lanjut Khomeini bahwa itu jelas bertentangan dan melanggar ketentuan yang berlaku baik itu KUHAP maupun Peraturan Kapolri.

Masih dalam temu pers tersebut Khomaini didampingi Sindroigolo Wau SH, MH yang merupakan anggota Tim Penasehat Hukum yang diketuai Khilda Handayani, SH, MH ini pun menyebutkan banyak pelanggaran dalam penanganan perkara saling lapor KDRT pasang suami istri tersebut.

Khomaini juga menuturkan undangan mediasi terkesan tanpa memikirkan dampak kepada ketiga anak dibawah umur yang merupakan hasil dari perkawinan Roland dan Sherly, dimana dalam undangan dimintakan hadir Sherly dan Roland akan tetapi harus juga menghadirkan ketiga anak mereka yang masih berusia 12 Tahun kebawah.

“Masalahnya keributan terjadi di dalam ruang lingkup rumah tangga sebaiknya yang diundang mediasi Sherly dan Roland tanpa melibatkan ketiga anaknya yang bisa berefek kepada psikologis kejiwaan,”ujarnya.

Ketika ditanyakan tentang hasil gelar perkara khusus oleh Wassidik Ditreskrimum Poldasu, Khomaini menjelaskan pihaknya masih menunggu petunjuk atau disposisi dari Direktur Ditreskrimum Poldasu apakah perkara No.1099 dilimpahkan ke Poldasu atau tetap di Polrestabes Medan.

“Intinya kami siap untuk menerima hasilnya, dengan catatan penegakan hukum harus berlaku adil dalam hal ini terutama pada klien kami yakni Sherly,”tutur Khomaini.

Sebab penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan yang menangani laporan perkara Roland hanya berdasarkan surat visum.

Bahkan saat gelar perkara terungkap bahwa bukti surat visum tersebut terlampir hanya bekas luka dan bukan luka baru saat kejadian. Tak sampai disitu penyidik Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan, Shinta juga tidak melakukan pemanggilan kepada Sherly, dokter yang mengeluarkan Visum untuk Roland, Ahli Pidana dan alat bukti lainnya seperti CCTV yang tidak bisa ditunjukan saat proses penyelidikan akan tetapi bisa naik ke proses penyidikan.

Kita harapkan juga kepada Kapolrestabes Medan bahwa penanganan perkara menjadi atensi khusus agar benar-benar ada rasa keadilan tidak hanya bagi klien kami akan tetapi juga kepada orang lain yang sama-sama mencari keadilan.

Senada dengan itu Sindroigolo Wau menyebutkan dalam perkara KDRT, klien kami Sherly juga telah melaporkan Roland ke Poldasu yang kini ditangani oleh Subdit Renakta Ditreskrimum Poldasu dengan Nomor Pengaduan 448.

Untuk itu, Tim Penasehat Hukum Sherly menaruh harapan kepada penyidik Renakta Ditreskrimum menaikan status penyelidikan ke tahap penyidikan.

Sebab selama proses penyelidikan, pihak penyidik telah memanggil, Sherly sebagai pelapor dalam perkara ini, penyidik juga telah memanggil Roland sebagai terlapor, dokter yang mengeluarkan surat visum terhadap Sherly dan pendapat Ahli serta bukti surat visum adanya kekerasan fisik dan psikis.

“Kita harap pelaku KDRT dalam hal Roland sebagai terlapor bisa ditingkatkan penanganan perkaranya dari penyelidikan ke tahap penyidikan karena semua bukti telah kami sampaikan saat proses penyelidikan,”ucap Sindroigolo Wau. (rel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *