Medan, Menarapos.id – Pengadilan Negeri Lubuk Pakam batal menggelar sidang perdana gugatan perlawanan atas putusan No. 242 dan Nomor 19 Sita Eksekusi yang dikeluarkan oleh pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Perkara ini diajukan oleh Pelawan/Pembantah yakni warga yang notabene keluarga veteran/purnawirawan ABRI yang kini TNI sementara itu pihak Terlawan/Terbantah PT United Orta Berjaya, Kamis (22/08/24)
Persidangan sempat dibuka oleh Ketua Majelis Morailam Purba didampingi Budi Putra Nur dan Dewi Andriani, keduanya selaku hakim anggota serta Panitera Pengganti Ripka Ginting, mempersilahkan Kuasa hukum warga yang merupakan keluarga Veteran/Purnawiran, Nashril Haq Lubis, SH dan Dr. (c) Mikrot Siregar, SH, MH dari Kantor Pengacara Banteng Keadilan dan hal yang sama kepada PT United Orta Berjaya.
Namun setelah pemeriksaan berkas kuasa oleh majelis hakim yang diberikan ternyata dari pihak Terlawan tidak bisa menunjukan surat kuasa dari PT Uniter Orta Berjaya.
Masih dalam persidangan Ketua Majelis Hakim Morailam Purba pun menanyakan apakah pihak Pelawan keberatan kalau sidang ini dilanjutkan?, kemudian kedua pengacara dari Kantor Banteng Keadilan ini pun menyampaikan keberatan dikarenakan ini menyangkut puluhan kk sehingga kalau memang mewakili dari pihak Terlawan harus jelas menunjukan surat kuasa.
Atas keberatan itu Majelis pun menunda persidangan dan meminta agar pihak pengacara dari PT United Orta Berjaya melengkapi surat kuasanya pada persidangan berikutnya.
“Sidang pada hari ini belum bisa dimulai karena ada pihak yang belum lengkap dalam hal ini dari pihak Terlawan belum ada memberikan kuasa,” ucapnya sembari menutup persidangan.
Sementara itu diluar persidangan, Nashril menyampaikan bahwa pihak meminta agar majelis hakim yang menyidangkan perkara ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 242/Pdt.G/2020/PN/LBP, tertanggal 16 Desember 2021, serta menyatakan batal sita eksekusi Nomor. 19/Pdt.eks/2023/PN.LBP/PN.LBP Jo.242/Pdt.G/2020/PN.LBP tertanggal 10 Juli 2024
Kemudian kami selaku tim penasehat hukum warga dan keluarga veteran/purnawirawan agar majelis hakim memerintahkan kepada juru sita Pengadilan Negeri Lubuk Pakam untuk mengangkat kembali penetapan sita eksekusi Nomor 19/Pdt.eks/2023/PN LBPJo.242/Pdt.G/2020/PN.LBP tertanggal 10 Juli 2024.
Dilanjutkannya kenapa Gugatan Perlawanan/Pembantahan ini dilakukan ke PN Lubuk Pakam karena warga Komplek Perumahan LVRI (Veteran) Purnawirawan, Pasar IV Medan Estate, Kecamatan Percut Seituan, Deliserdang, keberatan dengan putusan 242 dan penetapan sita PN Lubuk Pakam dikarenakan warga tidak pernah digugat oleh pihak mana pun termasuk PT United Orta Berjaya.
Sedangkan yang digugat oleh pihak PT United Orta Berjaya adalah STM MH bukanlah berbadan hukum yang tidak ada kaitannya dengan warga.
“Seyogyanya pada hari ini digelar sidang perdana gugatan yang kita ajukan kepada pihak Terlawan/Terbantah pihak PT United Orta Berjaya akan tetapi pengacaranya tidak membawa surat kuasa sehingga kita keberatan dan majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan,” kata Nashril.
Selain itu dalil yang kita sampaikan yakni atas putusan No.125 Tahun 2010 yang mana sebelumnya pihak Pengadilan Negeri Lubuk Pakam telah memutuskan bahwa jual-beli lahan tidak mempunyai berkekuatan hukum tetap.
Pertimbangan pada waktu itu warga yang notabene merupakan keluarga veteran dan purnawirawan ABRI yang kini TNI, telah mendapatkan persetujuan untuk pelepasan lahan dari Kemendagri dan Gubernur Sumatera Utara pada Tahun 1982 dan kemudian diperkuat dengan SK Camat Tahun 1984, yang mana merunut pelepasan lahan oleh PTPN IX/II.
Selain itu lanjut Nashril dalam penguasaan lahan pun terlebih dahulu masyarakat menguasainya, akan tetapi herannya kenapa keluar HGU Tahun 1987 yang kemudian berakhir Tahun 2007. Dalam jangka waktu tersebut pihak perusahaan tidak pernah menguasainya.
Namun aneh pada putusan 242 menyatakan bahwa lahan yang diklaim milik PT United Orta Berjaya menyatakan jual-beli sah, dimana prioritas untuk memperpanjang HGU. Sehingga ini menjadi pertanyaan tentang putusan 242, termasuk penetapan sita eksekusi yang merugikan warga karena mereka tidak pernah terkena permasalahan hukum dan panggilan sidang selama mereka tinggal di kawasan tersebut semenjak Tahun 1980.
Wajar warga melakukan gugatan pelawanan/pembantahan atas putusan 242 dan penetapan sita eksekusi yang dikeluarkan PN Lubuk Pakam tersebut di gugat ke PN Lubuk Pakam kembali.
Senada dengan rekan sejawat sesama Pengacara dari Banteng Keadilan, Mikrot Siregar seharusnya para masyarakat yang umum anak keturunan dari Veteran/Purnawirawan menikmati dan tinggal nyaman ditempat mereka yang telah diberikan akan tetapi kini mereka terusik dengan aksi ‘mafia’ tanah yang ingin merampas tanah mereka.
Terlebih lagi masih di bulan yang sakral bagi seluruh rakyat Bangsa Indonesia dalam merayakan Kemerdekaan RI Ke-79, dengan moment ini kita meminta negara hadir dan melindungi hak-hak warga negaranya.
Mikrot pun menaruh harapan agar majelis hakim lebih memutuskan rasa berkeadilan kepada warga kompleks LVRI.
Sementara itu sejumlah perwakilan warga, James Sitohang, Listeria dan Edi Sahputra yang ditemui seusai sidang agar majelis hakim bisa mempertimbangkan putusan nantinya.
“Karena kami tidak pernah menerima gugatan atau panggilan sidang, sebab selama ini tidak ada sengketa lahan,” ujarnya.
Sebab yang digugatkan STM MH bukan warga sehingga kami merasa keberatan atas putusan dan sita eksekusi Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
Dikatakannya mereka mempunyai alas hak yang jelas mulai dari Mendagri, Gubernur Sumatera dan pelepasan dari PTPN IX/II serta dikuatkan dengan SK Kecamatan Percutseituan.
Maka kepada seluruh pemangku kebijakan bisa menelaah permasalahan yang kami hadapi. Dimana kami juga memohon agar kami dilindungi oleh pemerintah terutama dari para mafia tanah. (aac)