Kriminal

Kejatisu Hentikan Penuntutan Perkara Pencurian Kelapa Sawit Dengan Restorative Justice

41
×

Kejatisu Hentikan Penuntutan Perkara Pencurian Kelapa Sawit Dengan Restorative Justice

Sebarkan artikel ini
Foto : Ekspose perkara disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto, SH,MH diwakili Plh Wakajati I Made Sudarmawan, SH,MH didampingi Aspidum Luhur Istighfar, SH, M.Hum, para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut. Ekspose juga diikuti Kajari Simalungun Irgan Hergianto, SH,MH dan Kasi Pidum yang mengajukan perkaranya untuk dihentikan dengan humanis secara Zoom Meeting, Selasa (31/10/23), (ist/Menarapos.id)
Foto : Ekspose perkara disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto, SH,MH diwakili Plh Wakajati I Made Sudarmawan, SH,MH didampingi Aspidum Luhur Istighfar, SH, M.Hum, para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut. Ekspose juga diikuti Kajari Simalungun Irgan Hergianto, SH,MH dan Kasi Pidum yang mengajukan perkaranya untuk dihentikan dengan humanis secara Zoom Meeting, Selasa (31/10/23), (ist/Menarapos.id)

Medan, Menarapos.id – Kejati Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana pencurian kelapa sawit yang berasal dari Kejari Simalungun dengan pendekatan humanis berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restorative atau Restorative Justice (RJ) setelah sebelumnya dilakukan ekspose perkara kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Plh Direktur TP Oharda Agnes Triani, SH,MH, Selasa (31/10/2023).

Ekspose perkara disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto, SH,MH diwakili Plh Wakajati I Made Sudarmawan, SH,MH didampingi Aspidum Luhur Istighfar, SH, M.Hum, para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut. Ekspose juga diikuti Kajari Simalungun Irgan Hergianto, SH,MH dan Kasi Pidum yang mengajukan perkaranya untuk dihentikan dengan humanis.

Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya adalah perkara pencurian kelapa sawit yang berasal dari Kejari Simalungun.

Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa tersangka pada awalnya berangkat dari rumah dengan berjalan kaki sambil membawa egrek dan tali untuk menuju Afdeling I Blok 05 Q kebun Mayang dan setibanya di kebun tersebut kemudian tersangka mulai memanen tanpa izin tandan buah kelapa sawit dengan cara memotong satu persatu tandan buah kelapa sawit hingga terkumpul sebanyak 15 (lima belas) tandan dan kemudian tersangka mengumpulkan tandan sawit tersebut di pinggir sungai dan meletakkan egrek berdekatan dengan tumpukan buah kelapa sawit.

Tersangka kemudian kembali kerumah untuk bekerja diladang sawit warga dan setelah itu tersangka kembali lagi ke tumpukan buah kelapa sawit yang sudah tersangka ambil sebelumnya dan kemudian tersangka mengikat tali pada bonggol tandan sawit dengan tujuan untuk tersangka seberangkan melalui sungai dan setelah tersangka berhasil menyebrangkan buah kelapa sawit tersebut ke pinggir kampung.

“Kemudian tersangka memundak tandan buah kelapa sawit tersebut dan tidak berapa lama kemudian petugas pengamanan kebun datang dan mengamankan tersangka beserta barang buktinya,” papar Yos.

Akibat perbuatan tersangka yang memanen/memungut buah kelapa sawit sebanyak 15 (lima belas) Tandan Buah Kelapa Sawit tidak mendapatkan ijin terlebih dahulu dari pemiliknya mengakibatkan pihak PTPN IV Kebun Mayang sebagai pemilik mengalami kerugian sebesar Rp.246.600 (dua ratus empat puluh enam ribu enam ratus rupiah).

“Tersangka Budi Rajagukguk melanggar Kesatu pasal 107 huruf d UU nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 374 KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” paparnya.

Setelah disetujui untuk dihentikan perkaranya dengan pendekatan keadilan restoratif, tersangka Budi Rajagukguk berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Adapun alasan dilakukannya penghentian penuntutan berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, nilai kerugian perkara relative kecil yakni Rp.246.600 (dua ratus empat puluh enam ribu enam ratus rupiah) dan tidak lebih dari Rp.2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan tersangka belum sempat menikmati hasil kejahatan yang dilakukan.

“Antara tersangka dan korban dalam hal ini pihak perkebunan sudah saling memaafkan dan ini telah membuka ruang yang sah bagi semua orang untuk mencitpakan harmoni di tengah-tengah masyarakat, dan tidak ada dendam di kemudian hari,” tandasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *