MEDAN, Menarapos.id – Staf di Public Relation (PR) atau Kehumasan PT Bank Sumut periode 2019 hingga Maret 2024, Rini Rafika Sari dituntut selama 8 Tahun dan 6 Bulan Penjara dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (16/04/25) kemarin.
Kepada wartawan, Kamis (17/04/25) saat dikonfirmasikan kepada Kasi Penkum Kejatisu Andre Wanda Ginting membenarkan bahwa Penuntut Umum Tipikor Kejatisu telah menuntut Rini Rafika Sari.
Masih dalam penyampaiannya, terdakwa Rini juga dituntut untuk membayar denda dan uang pengganti kerugian negara dalam persidangan tersebut.
Dalam tuntutan tersebut, Penuntut Umum menuntut terdakwa membayar denda Rp.500.000.000,- subsidair 6 bulan kurungan penjara dan membayar uang pengganti senilai Rp.6.070.723.167,- dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU. Bila nilainya juga tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan kurungan penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.
Dalam perkara ini terdakwa melanggar
Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Usai membacakan tuntutan Majelis hakim diketuai As’ad Rahim Lubis pun melanjutkan persidangan, pekan depan untuk mendengarkan nota pembelaan (pledoi) dari Rini Rafika Sari maupun tim penasihat hukumnya.
Persidangan sebelumnya, Penuntut Umum Tipikor Kejatisu, Agustini, SH dalam dakwaannya menyebutkan, di tahun 2019, atasan langsung terdakwa adalah Sulaiman selaku Pemimpin Bidang PR dan Sekper PT Bank Sumut Syahdan Ridwan Siregar. Rini Rafika Sari telah melakukan proses pencairan dana untuk kegiatan di bidang PR, dengan lebih dulu merekayasa sejumlah dokumen.
Antara lain, memorandum persetujuan, memorandum persetujuan pembayaran, invoice dari penyedia dan bukti pendukung pertanggungjawaban atas pengeluaran biaya pembelian langsung. Dokumen dimaksud diteruskannya kepada Sulaiman dan Syahdan Ridwan.
Belakangan terungkap ratusan kegiatan Bidang PR PT Bank Sumut sejak 2019 hingga 2024 tidak bisa dipertanggungjawabkan dan di antaranya beraroma pekerjaan fiktif mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp6.070.723.167.
Dengan rincian, Agustus hingga Desember 2019 sebanyak 33 transaksi dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp79.290.000. Tahun 2020 dengan 79 transaksi (Rp410.325.095)
Kegiatan di tahun 2021 dengan 57 transaksi (Rp510.001.864) tahun 2022 dengan 90 transaksi (Rp1.185.002.286). Tahun 2023 dengan 165 transaksi (Rp2.651.352.122). Puncaknya, di tahun 2024 dengan 473 transaksi (1.234.741.800). (Nett/aac)